Gangguan kelainan sperma pada pria
seperti Oligospermia (produksi sperma yang rendah), Teratozoospermia (bentuk
sperma tiak sempurna), Asthenozoospermia (sperma yang mampu bergerak kurang)
ataupun nekrospermia (sperma mati) dapat diketahui dan didiagnosa melalui
pemeriksaan analisis sperma. tahap
pertama pemeriksaan umumnya adalah pegambilan sampel, dan setelah sampel didapatkan
maka akan dilakukan langkah pemeriksaan berikutnya yaitu pemeriksaan
makroskopik.
Semen normal tampak berwarna putih kelabu dan
berbau seperti bunga akasia pada pagi hari. Semen yang berbau busuk diduga disebabkan
oleh suatu infeksi. Dalam keadaan normal, semen mencair (liquefaction) dalam 60
menit pada suhu kamar. Dalam beberapa kasus pencairan tidak terjadi secara
sempurna dalam 60 menit2. Hal ini menunjukkan adanya gangguan pada fungsi
kelenjar prostat. Untuk itu, semen segera diperiksa setelah pencairan atau
dalam waktu satu jam setelah ejakulasi.
Setelah diamati penampilannya,
dilanjutkan dengan pengukuran volume semen. Volume semen diukur dengan gelas
ukur atau dengan cara menghisap seluruh semen ke dalam suatu semprit atau pipet
ukur. Nilai normal >/2,0 ml. Jika volume semen terlalu sedikit maka tidaklah
cukup untuk menetralkan keasaman suasana rahim. Dengan demikian, sperma yang
berada di rongga rahim akan segera mati sehingga kehamilan tidak terjadi.
Volume dianggap abnormal jika semen < 2,0 ml.
Pemeriksaan makroskopik dilakukan
dengan melihat konsistensinya. Untuk mengetahui konsistensi semen diukur dengan
dua cara. Semen yang ada pada semprit diteteskan dari ujung jarum. Jika terjadi
gangguan konsistensi maka tetesan membentuk benang yang panjangnya lebih dari 2
cm. Konsistensi juga diukur dengan cara memasukkan tangkai kaca ke dalam semen,
kemudian mengamati benang yang terbentuk pada saat tangkai kaca tersebut
dikeluarkan. Panjang benang > 2 cm dikatakan abnormal. Semen yang terlalu
encer maupun terlalu kental kurang baik bagi sperma. Pada semen yang mempunyai
konsitensi tinggi, kecepatan gerak sperma akan terhambat. Dengan demikian, akan
mengurangi kesuburan pria tersebut. Sebaliknya, semen yang terlalu encer
biasanya mengandung jumlah sperma yang rendah sehingga kesuburan juga berkurang.
Pemeriksaan makroskopik yang lain
adalah pemeriksaan pH semen tersebut. Cara mengukur pH semen relatif mudah.
Setetes semen disebarkan secara merata di atas kertas pH. Setelah 40 detik,
warna daerah yang dibasahi akan merata, kemudian dibandingkan dengan kertas kaliberasi
untuk dibaca pH-nya. pH semen normal yang diukur dalam waktu satu jam setelah
ejakulasi berada dalam kisaran 7,2 sampai 7,8. Jika pH lebih besar dari 7,8
maka dicurigai adanya infeksi. Sebaliknya, jika pH kurang dari 7 pada semen
azoospermia, perlu dipikirkan kemungkipan disgenesis vas deferens, vesika
seminal, atau epididimis.
Article From : andrologihospital
Peringatan : jika kamu merasa artikel kami belum jelas atau
anda ada pertanyaan lain, maka anda bisa klik konsultasi online,
dimana pakar kami akan menjawab pertanyaan anda, atau hubungi nomor
021-6911922. Metropole Hospital Jakarta berharap semoga anda
senantiasa sehat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar